Akibat tambang ilegal daerah Blitar Selatan. Bagaimana kabar Blitar Selatan?
Tambang Mengguncang Pegunungan Blitar Selatan: Alam yang Rusak, Regulasi yang Mandul
Tambang Mengguncang Pegunungan Blitar Selatan: Alam yang Rusak, Regulasi yang Mandul
Salah satu titik pertambangan di Kademangan, Kabupaten Blitar. (Foto: serayunusantara.com)
Blitar, serayunusantara.com – Blitar Selatan tak hanya soal matahari yang menyembul dari balik bukit atau harmoni alam yang mengalun di lereng pegunungan. Kini, daerah ini menyimpan luka menganga yang tak kunjung sembuh. Luka itu bernama tambang batu gamping dan kaolin, sekarang bukan motor penggerak ekonomi rakyat, melainkan mesin perusak alam yang rakus dan kian liar.
Cobalah menyusuri Kecamatan Panggungrejo, Wates, Wonotirto, Kademangan, hingga Bakung. Jejak kehancuran begitu kentara. Bukit-bukit dikuliti tanpa ampun. Sumber air yang dahulu jernih kini keruh dan berlumpur. Jalan desa yang sempit dijejali truk tambang, memaksa aspal terkelupas dan menciptakan ancaman keselamatan, terutama saat musim hujan.
Ironisnya, sebagian besar aktivitas ini berlangsung puluhan tahun dan diduga tanpa izin resmi atau pengawasan yang layak. Regulasi memang ada, tapi kerap tak berdaya saat berhadapan dengan praktik ilegal yang terang-terangan merusak lingkungan.
“Aturannya ada, tapi penegakannya lemah. Masyarakat jadi terbiasa menambang tanpa peduli pada dampak atau ketentuan hukum,” ungkap Mario Budi, Sekretaris LSM MAKI Blitar, saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
Padahal, Undang-undang No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba jelas menyatakan bahwa tambang tanpa izin bisa dipidana hingga lima tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Namun, pertanyaan besar mengemuka: berapa banyak pelaku tambang ilegal yang benar-benar dijatuhi hukuman?
Faktanya, sejumlah aktivitas tambang diduga dilindungi oleh oknum aparat. Penambang besar bebas beroperasi, sementara warga yang berani bersuara bahkan jurnalis yang menulis fakta malah mendapat tekanan.
“Ini bukan sekadar soal tambang, tapi menyangkut keberanian negara untuk hadir di titik-titik kritis lingkungan,” tegas Prawoto, Ketua SMSI Blitar Raya, menyuarakan keprihatinannya.
Lingkungan Jadi Korban, Warga Jadi Tumbal
Ketika bukit runtuh dan sungai mengering, siapa yang menanggung akibatnya? Petani kecil, peternak lokal, hingga pengendara yang melewati jalur rusak karena dilewati truk tambang. Mereka kehilangan air bersih, lahan subur, bahkan rasa aman.
“Kami tak pernah dilibatkan. Tahu-tahu bukit di belakang rumah sudah dikupas habis. Sekarang tanah jadi rawan longsor, air keruh, dan jalan rusak. Kami ini warga atau cuma penonton?” ujar seorang warga Desa Wonotirto kepada serayunusantara.com dengan suara getir.
Reklamasi Cuma Di Atas Kertas
Sesuai PP No. 78 Tahun 2010 dan Permen ESDM No. 7 Tahun 2014, setiap pemegang izin wajib membuat rencana reklamasi dan menyiapkan dana jaminan. Namun kenyataan di lapangan sangat jauh dari aturan.
Baca Juga: DPRD Kota Blitar Gelar Rapat Paripurna Bahas Pertanggungjawaban APBD 2024
Lubang-lubang tambang dibiarkan menganga tanpa reklamasi. Tak ada penanaman kembali, tak ada pemulihan ekologis. Bahkan, pemerintah daerah pun sering kali tak mengetahui secara pasti jumlah izin aktif atau tambang yang ilegal.
Bukan Soal Tambang Semata
Masalah ini bukan sekadar soal tambang, tapi soal keadilan ekologis dan tata kelola sumber daya alam. Ini tentang bagaimana ruang hidup rakyat kecil dirampas atas nama pembangunan, dan bagaimana hukum kerap hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Saatnya Bertindak, Bukan Sekadar Bicara
Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan kementerian terkait harus mengambil langkah nyata: menghentikan seluruh aktivitas tambang ilegal, membuka data izin usaha pertambangan secara transparan, dan menindak tegas oknum yang membekingi praktik kotor ini.
Bagi kita jurnalis, aktivis, warga sipil diam bukan lagi pilihan.
Blitar Selatan pernah dikenal sebagai lumbung hijau. Kini, ia menitikkan air mata dari bukit-bukit yang terkoyak. Bila negara terus abai, waktu yang akan mengadili. Dan saat itu tiba, yang runtuh bukan hanya tambang, tapi juga kepercayaan rakyat terha
dap negara yang seharusnya melindungi mereka.